This is default featured slide 1 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 2 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 3 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 4 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

Minggu, 28 November 2010

KEJANGGALAN KASUS GAYUS


Kejanggalan Kasus Gayus


Gayus dijerat pada kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570.952.000, dan bukan pada kasus utamanya, yaitu kepemilikan rekening Rp 28 miliar, sesuai dengan yang didakwakan pada Dakwaan Perkara Pidana Nomor 1195/Pid/B/2010/PN.JKT.Sel.
 kasus mafia pajak yang diduga menjerat para petinggi di kedua institusi tersebut.            Kasus PT SAT sendiri amat jauh keterkaitannya dengan asal muasal kasus ini mencatat,   yaitu kepemilikan rekening Rp 28 miliar milik Gayus
Polisi menyita save deposit milik Gayus Tambunan sebesar Rp 75 miliar. Namun, perkembangannya tidak jelas hingga saat ini. Hingga saat ini, keberlanjutan pemeriksaan atas rekening lain milik Gayus dengan nominal mencapai Rp 75 miliar menjadi tidak jelas. Polisi terkesan amat tertutup atas rekening yang secara nominal jauh lebih besar,
kepolisian masih belum memproses secara hukum tiga perusahaan yang diduga menyuap Gayus, seperti KPC, Arutmin, dan Bumi Resource. Padahal, Gayus telah mengakui telah menerima uang 3.000.000 dollar AS dari perusahaan tersebut.
Gayus sudah menyatakan bahwa dia pernah membuat Surat Pemberitahuan Pajak Pembetulan tahun pajak 2005-2006 untuk KPC dan Arutmin. Alasan kepolisian belum memproses kasus ini adalah belum cukup alat bukti di mata hukum .
Kepolisian menetapkan Gayus, Humala Napitupulu, dan Maruli Pandapotan Manulung sebagai tersangka kasus pajak PT SAT. Namun, penyidik tak menjerat atasan mereka yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
Kedelapan, Dirjen Pajak enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga pernah menyuap Gatys karena menunggu novum baru. Padahal, menurut Donald, pernyataan Gayus perihal uang sebesar 3.000.000 dollar AS diperolehnya dari KPC, Arutmin, dan Bumi Resource, bisa dijadikan sebuah alat bukti karena disampaikan dalam persidangan.
Gayus keluar dari Mako Brimob ke Bali dengan menggunakan identitas palsu. hal ini menunjukkan dua kejanggalan. Pertama, kepolisian tidak serius mengungkap kasus Gayus hingga tuntas sampai  ke dalang sesungguhnya. Kepolisian juga belum tuntas untuk mencari persembunyian harta Gayus sehingga konsekuensinya dia begitu mudah bisa menyogok aparat penegak hukum. Kedua, Gayus memiliki posisi daya tawar yang kuat kepada pihak-pihak yang pernah menerima suap selama dia menjadi pegawai pajak.
Polri menolak kasus Gayus diambil alih KPK. Padahal, kepolisian terlihat tak serius menanggani kasus tersebut. Penolakan ini telah terjadi sejak Maret 2010.

Parameter untuk Menuntaskan Kasus Gayus

parameter penyelesaikan Kasus Mafia Pajak yang dengan terdakwa, Gayus Halomoan Partahanan Tambunan.
 
parameter adalah harus ada kemauan yg sungguh-sungguh dari Presiden  dalam menuntaskan kasus 'Gurita Gayus', karena melibatkan para penegak hukum, aparat birokrasi pajak, dan perusahaan besar yang merugikan negara triliunan rupiah.

polisi harus profesional dalam menangani kolusi mafia hukum dan mafia pajak dgn Gayus sebagai tokoh sentralnya.

Polri harus meneruskan proses hukum untuk kelompok penyidik, tidak hanya sebatas Kompol Arafat tapi sampai tingkat kombes dan jenderal.
Proses hukum terhadap 149 perusahaan yang diduga pajaknya diurus oleh Gayus, karena proses pembayaran pajaknya ada manipulasi, gratifikasi, dan penyuapan, juga harus diselesaikan.  


Senin, 15 November 2010

Anak Jalanan


Anak Jalanan

Anak jalanan adalah selompok anak - anak yang hidup nya bergantunng di jalan dengan keterbatasan ekonomi  rendah  yang memaksanya untuk mencari uang dan hidup di jalanan , tidak sedikit anak jalanan yang berada di ibu kota bahkan di kota-kota besar lain nya , anak jalanan biasanya bekerja sebagai pengamen , pengemis , ojek paying dll .
 kehadiran anak jalanan di kota – kota besar di Indonesia banyak menggangu ketertiban kota sebenarnya . tetapi apabila kita melihat mereka dari sisi lain , kita pasti iba kepada nasib mereka , sekecil itu mereka harus menanggung beban hidup yang besar , tidak mendapat pendidikan yang layak .
Anak jalanan  , sudah lama menyita perhatian penentu kebijakan di Departemen Sosial dan pemerintahan daerah di kota-kota besar. Diasumsikan, jumlah anak jalanan  di 12 kota besar di Indonesia sebanyak 100.000  jiwa tahun 2009 , dan jumlah terbesar diperkirakan berada di Ibukota . Anak jalanan selalu terkait dengan kriteria yang dikenakan kepada mereka oleh pemerintah, yaitu anak yang berusia 5-18 tahun, yang menghabiskan sebagai besar waktunya di jalan, untuk mencari nafkah, atau berkeliaran di jalan raya atau tempat-tempat umum .   Menurut sumber yang di peroleh biasanya anak jalanan menghabiskan wakyu di jalan 4jam per hari, pola pengalokasian waktu serupa terus dilakukan hingga mereka menemukan sumber nafkah lain, atau lingkungan sosial yang dapat menampung mereka.
Eksistensi anak jalanan  terpaut dengan perlakuan dan kondisi dalam keluarga, kemiskinan, perceraian orangtua, minimnya perhatian dari lingkungan sosial, dan tendensi memprioritaskan uang dari pada bersekolah atau melakukan kegiatan lain. Terdapat empat tipe anak jalanan yaitu:
·        Anak jalanan  yang masih tinggal dengan orangtua nya ,
·         Anak jalanan  yang memiliki orangtua tetapi tidak tinggal dengan mereka,
·        Anak jalanan  yang tidak memiliki orangtua, tetapi tinggal dengan keluarga tertentu , dan
·        Anak jalanan  yang tidak memiliki orangtua dan tidak tinggal dengan keluarga.
Pekerjaan utama Anak jalanan adalah pengamen, ojek payung, pengelap mobil, pembawa belanja di toko atau pasar dan peminta-minta.
FenomenaAnak jalanan ini serta-merta membangun pertanyaan ,
 siapakah sejatinya yang mesti bertanggung jawab atas mereka ?  Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen , Pasal 34 Ayat 1 menyebutkan bahwa "Fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara" .  Diktum konstitusi ini jelas memberikan kewenangan pada negara untuk mengurus dan bukannya untuk menangkapi Anak jalanan . Atensi utama pada pemeliharaan , penanganan dan pemberdayaan , tampaknya belum dipahami secara merata di semua instansi pemerintah tentang mandat konsitusi untuk memperhatikan kelompok marginal , seperti  : Anak jalanan. Landasan konstitusional dengan indicator  terukur tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945 , Pasal 34 Ayat 2 bahwa "Negara mengembangkan suatu jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan".

Prioritas konstitusional agar negara berperan aktif dalam membanguan manusia agar lebih bermartabat , menjadi antitesis dengan kondisi objektif  mutu hidup manusia Indonesia saat ini , dan secara khusus masa depan dan perlakuan terhadap Anak jalanan . Martabat (integrity) manusia Indonesia menjadi buram karena balutan kemiskinan , dan mutu hidup mayoritas manusia Indonesia yang masih di bawah standar minimum . Di Indonesia , jaringan sosial sangat minim dikembangkan lintas institusi Negara , institusi keagamaan , institusi etnis , dan institusi golongan . Anak jalanan  masih menjadi dominasi lembaga pemerintah (Kementerian Sosial) ,  dan institusi lainnya didaulat untuk ikut berpartisipasi , sebab ketiadaan dana , daya dan sumberdaya manusia yang memadai . Sekat-sekat kelembagaan dalam menangani kelompok marjinal, seperti Anak jalanan  tampaknya belum berubah sejak rezim Orde Baru , di mana hegemoni dan dominasi negara begitu menonjol .
Keberadaan  Anak jalanan  yang belum tuntas dan komprehensif  ditangani , berdampak pada semakin banyaknya warga negara Indonesia yang hidup tanpa martabat . Integritas tidak selalu harus dipertautkan dengan kepemilikan material , tetapi martabat mempunyai kaitan dengan hak-hak dasar manusia untuk diperlakukan dan ditangani secara manusiawi . Kebijakan yang berpihak kepada kelompok penguasa dan para kapitalis merupakan sumber bencana sosial, yang tidak kalah dahsyatnya dari bencana alam . Proses peminggiran masyarakat secara sistematik jelas tampak pada keberpihakan pemerintah pada para elit dan pemilik modal , dan menomorduakan  Anak jalanan  . Proses yang direncanakan atau tidak direncanakan masuk ke ranah eksklusi sosial dengan dampak masif dan sulit diatasi , sebagaimana tantangan Anak jalanan  bagi pemerintah saat ini.
Ambiguitas pendekatan terhadap Anak jalanan masih terasa parsial dan mengedepankan ego sektoral setiap institus  , yang belum sanggup disinergikan menjadi satu kekuatan nasional, untuk memerangi akar kemiskinan dan eksklusi sosial yang semakin parah. Program inklusi sosial untuk membawa balik Anak jalanan ke lingkungan hidup yang memadai sangat minim , dan penanganan saat ini terkesan kosmetik , dan tidak membedah akar permasalaham eksklusi social , termasuk Anak jalanan .  Fungsi "Rumah Singgah" sebagai wadah berkumpul Anak jalanan  hanyalah program sejenak dan tidak akan mereduksi akumulasi Anak jalanan , apabila kebijakan yang "pro poor", program inklusif  bagi Anak jalanan tidak tersinergikan secara nasional , maka program penanganan Anak jalanan akan terkesan populis . Nyatanya, keberadaan Anak jalanan  di Indonesia adalah juga buah dari pembangunan nasional yang parsial , temporer , dan sektoral semata.

POTRET    POTRET  Anak Jalanan Ibu kota


       


               


RUMAH SINGGAH Anak jalanan